fin.co.id - Keputusan pemerintah untuk meresmikan berdirinya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menimbulkan reaksi yang beragam di kalangan masyarakat.
Di satu sisi, pendirian Danantara sebagai sovereign wealth fund terbesar di dunia memang membuka peluang besar bagi Indonesia untuk mempercepat pembangunan tanpa bergantung pada utang luar negeri.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebut, keberhasilan skema ini sangat bergantung pada bagaimana tata kelola dan pengawasan terhadap Danantara dilakukan.
“Jika salah langkah, risiko keuangan yang ditanggung bisa jauh lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan,” ucap Achmad saat dihubungi, Kamis 6 Februari 2025.
Selain itu, dengan berdirinya Danantara, maka kontrol terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kini juga otomatis melemah.
Dengan minimnya kewenangan, Kementerian BUMN tidak bisa lagi secara langsung mengintervensi atau mengawasi kinerja BUMN.
“Potensi ketidakstabilan akibat birokrasi baru. Dengan adanya entitas baru yang bertanggung jawab atas aset negara, proses pengambilan keputusan bisa menjadi lebih lambat dan berbelit,” pungkas Achmad.
Baca Juga
Untuk mengantisipasi hal ini, Achmad menyatakan bahwa pemerintah harus sangat berhati-hati dalam menindaklanjuti UU BUMN ini.
Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa keputusan investasi Danantara didasarkan pada kajian mendalam, bukan kepentingan politik.
“Risiko global dan leverage finansial harus dikelola secara profesional agar tidak berujung pada krisis keuangan,” tegas Achmad.
“Jangan sampai aset BUMN dijadikan jaminan investasi yang berisiko tinggi, karena ini bisa membawa Indonesia pada ancaman ekonomi serius jika gagal dikelola dengan baik,” lanjutnya. (Bianca)